Seorang Ibu yang
mengandung anaknya sembilan bulan bahkan lebih lama lagi, ia tidak akan pernah
mengeluh, ia menerimanya dengan rela dan sukacita, walaupun memberikan dampak
kepada bentuk tubuh yang menjadikannya tidak secantik seperti semula. Betapa
susah payahnya ibu yang sedang hamil. Ia lemah lunglai tiada daya. Bahkan nyawanya
pun diserahkannya disaat dia melahirkan.
Andaikan kita
menghitung dan menilai, berapa banyakkah susu ibu yang telah kita isap dan
berapakah harganya? Kita tidak akan bisa menghitung dan tidak bisa pula dibeli
dengan materi. Walaupun demikian, seorang Ibu tidak akan pernah meminta kembali
susu yang pernah diisap oleh anaknya. Kelak jika anaknya sudah dewasa, dengan
segala sukacita Ibu akan merasa senang jika anaknya senang, dan juga sebaliknya
Ibu akan merasakan lebih susah jika anaknya susah.
Sang Ayah pun
demikian, walaupun tidak seperti Ibu yang mengandung anaknya, namun ayah juga
akan merasakan hal yang sama seperti yang dirasakan anaknya. Ia akan merasa
senang jika anaknya menjadi orang kaya dan sukses walaupun dirinya miskin. Seorang
ayah akan bangga bila anaknya menjadi seorang sarjana walau dia tidak pernah
mengenyam pendidikan dibangku sekolah. Seorang ayah akan bangga bila anaknya
menjadi pejabat walaupun dia hanya menjadi rakyat. Siang dan malam dilalui ayah
untuk mencari nafkah demi anak dan istri. Tidak peduli dengan panas, hujan
ataupun rasa lelah yang dialaminya demi menghidupi keluarga tercinta. Namun demikian
ayah akan lebih merasa bangga jika anaknya menjadi anak yang saleh.
Kasih sayang
orang tua tidak terbatas oleh waktu. Sebaliknya, kasih sayang seorang anak
tidak akan pernah bisa menyamai besarnya kasih sayang mereka kepada
anak-anaknya. Orang tua akan merasa cukup dihargai jika anaknya memiliki budi
pekerti, tidak perlu balasan berupa materi. Tetapi, secara alami orang tua
ingin dihargai dan dihormati oleh anaknya, semua itu bergantung kepada perilaku
kita sekarang kepada orang tua kita.
Rasa cinta,
kasih sayang, dan hormat kepada orang tua harus ditanamkan sejak dini. Mengajarkan
dan mendidik anak dalam masalah akhlak merupakan hal yang tidak mudah. Memerlukan
persiapan yang matang untuk melakukan semua itu, terlebih perkembangan zaman
saat ini tidak kondusif dengan anak-anak. Nilai, etika dan moral kini semakin
terasa tidak bermakna.
Agar kelak
seorang anak memiliki akhlak yang baik, baik dalam perbuatan maupun perkataan,
Rasulullah saw. bersabda yang artinya:
”Ajarkanlah
kepada anak-anakmu tiga masalah; mencintai nabimu, mencintai keluarganya, dan
membaca Al-Quran."( Riwayat Thabrani)
Belajar mencintai
Rasulullah, yaitu dengan menceritakan kisah-kisa Nabi Muhammad, bagaimana beliau
sangat mencintai kakek dan paman yang mengasuhnya, karena beliau telah
ditinggalkan oleh ayahnya saat didalam kandungan dan ditinggal ibunya saat
beliau berusia enam tahun. Dari sini anak-anak dapat membayangkan betapa Rasul
akan lebih mencintai orang tuanya sendiri.
Mencintai keluarga
Rasulullah saw. sangat berkaitan dengan mencintai beliau, karena keluarga
beliau ialah kerabat yang ada hubungan nasab dengan beliau, sehingga mencintai
keluarga merupakan manifestasi mencintai beliau sendiri.
Terakhir membaca
Al-Quran, karena dengan membaca Al-Quran seorang anak akan terlatih kefasihan
lidahnya, bahasanya, dan yang paling penting belajar mencintai kitab sucinya
sendiri sehingga kelak tidak akan merasa asing, karena kitab sucinya akan
menjadi pedoman hidup manusia sampai akhir masa.